Berterimakasih

Untuk orang yang benar-benar berjiwa tulus, ketika melakukan sesuatu tidak mengharapkan balasan apapun, kecuali dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak mengharapkan pujian ataupun ucapan terima kasih. Akan tetapi adab kita ketika mendapatkan bantuan dari orang lain (dalam konteks luas) adalah dengan berterima kasih, dengan ucapan lisan khususnya.

Kita tidak perlu melihat, motif apa dibaliknya. Misalnya, seorang resepsionis yang melayani Anda karena memang begitu tugasnya, dan dia digaji untuk itu. Bagaimanapun juga, ada kebaikan atau bahkan mungkin kemudahan yang ia berikan untuk kita.

Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan. Ada saatnya kita harus membantu orang lain untuk memenuhi hajatnya. Tapi ada saatnya kita memerlukan orang lain untuk urusan kita. Nah, karena setiap orang setidaknya mempunyai sedikit jasa kepada orang yang lain, seharusnya kita menghargai jasa itu. Salah satu cara untuk menghargai adalah mengucapkan terima kasih.

Sisi manusiawi manusia, mengharapkan apa yang ia lakukan dihargai. Seberat apapun sebuah tugas, akan menjadi ringan ketika hasilnya dihargai oleh orang lain. Ketika kita tidak menghargai usaha seseorang, berarti kita telah menyinggung harga dirinya. Sejauh itu. Jeff Bezos dan Steve Jobs adalah salah satu contohnya. Mereka lebih memilih mengundurkan diri dari perusahaan ketika mereka merasa tidak dihargai.

Sebenarnya, menghargai usaha orang lain adalah sesuatu yang mudah. Tapi sikap sombong dan gengsi menjadikannya sulit dilakukan. Apa susahnya mengucapkan terima kasih kepada teman cleaning service yang menyediakan air putih untuk kita dipagi hari? Apa susahnya mengucapkan terima kasih kepada isteri kita untuk masakannya yang sedap? Hal tersebut susah hanya untuk orang yang sombong dan gengsinya tinggi.

Lantas, apakah berarti kita mengharapkan orang lain berterima kasih atas usaha yang kita lakukan? Jawabannya tidak. Sebagaimana diawal, kita harus melakukan sesuatu hanya karena mencari Ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak mengharapkan pujian dan terima kasih. Tapi bukan berarti harus menyamakan kita dengan orang lain. Manusia memiliki pemahaman dan tingkat keberagamaan yang berbeda-beda.

Ada yang merasa cukup dengan ridha Allah. Tapi ada juga yang marah ketika kita tidak menghargai usahanya. Ini bukan berarti saya menyatakan bahwa saya memiliki sifat tulus. Saya masih dalam tahap belajar dan berusaha. Saya hanya ingin menyatakan bahwa kita hidup dalam masyarakat yang majemuk, berbeda-beda. Tidak boleh kita melihat orang lain hanya dalam standar kita. Kalau seperti itu keadaan kita, maka bersiap-siaplah untuk dikucilkan oleh orang lain.

Kembali ke topik. Membiasakan mengucapkan terimakasih kepada orang lain di satu sisi, dan berjuang agar kita tidak mengharapkan itu bukanlah paradoks. Ketidakinginan untuk mendapatkan pujian dan ucapan terima kasih adalah salah satu standar untuk menilai sejauh mana keikhlasan kita. Sedangkan mengucapkan terima kasih kepada orang lain, adalah salah satu bentuk syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apakah kita harus mengucapkan terima kasih setiap saat ketika ada orang berbuat baik kepada kita? Jawabannya kita rinci. Untuk orang yang jarang kita temui, biasakanlah mengucapkan pada saat itu. Untuk orang yang secara rutin melayani kita, ucapkanlah sesekali saja.

Hmm, sebenarnya ada rasa malu ketika menulis ini. Malu untuk mengakui bahwa saya masih berusaha untuk seperti itu. Saya hanya mohon doanya, agar menjadi lebih baik dari hari kehari. Insya Allah.

dari blog saya http://duadua.blogdetik.com/2012/11/08/berterimakasih/#more-99